Sabtu, 13 Agustus 2011

Semua gara-gara Einsten

Hai guys…gue enet, setidaknya begitulah panggilan temen-temen gue di sekolah. Sekarang gue duduk di kelas XII bahasa C. sebenarnya nama gue diakte kelahiran adalah Einsten. Eiits….lo jangan kira gue bohong ya, itu beneran nama yang diberi oleh kedua orang tua gue mulai dari gue brojol dan bisa menangis, upps!! Gue lupa, pertama kali gue brojol emang gue langsung nangis gitu?! Arggh…forget it!
Entah apa yang mengilhami kedua orang tua gue sehingga mereka menamai gue dengan Einsten. Entah karena mereka memang ahli dibidang fisika dan matematika (bokap gue tamatan tekhnik disalah satu universitas negeri di bandung yang kini bekerja di perusahaan IT terbesar di Indonesia, dan nyokap gue adalah dosen terbang matematika disalah satu universitas swasta Jakarta), atau emang mereka sangat teramat dalam pisan ngefans dengan om Einsten. Hanya Tuhan dan orang tua gue yang tahu rahasia dibalik niat mereka. Nama itu memang sebuah doa, mungkin mereka berharap otak jenius Einsten itu bisa nyantol di gue. Tapi nasib berkata lain, bukan kejeniusan Einsten yang melekat diotak gue, melainkan (maaf) wajah Einsten yang kurang cakep itu yang gue tiru. Ohhh…shit!!
Apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur karena pas menanak nasi, airnya kebanyakan. Sekarang bagaimana bubur itu tadi kita buat enak (dengan menambahkan ayam misalnya, jadilah bubur ayam. HA HA HA…garing. #pletak!!). bukan tidak bersyukur atas nama yang disematkan oleh orang tua gue ini, tapi ini sungguh menyiksa gue, baik lahir maupun batin, hikz…
Gue harus menanggung ejekan teman-teman gue yang bilang kalau gue sedikit tidak pintar (itu bahasa diperhalus, kalau gaulnya sih..OON) dan juga harus menerima wajah om Einsten yang kurang kasep ini (dan bahkan cerminpun enggan dicermini sama wajah gue ini). Tapi gini-gini gue orangnya baik hati dan tidak sombong loh… (yaiyalah..udah oon, jelek, kalau masih sombong juga, bisa dibuang ke laut jawa gue!).
Gue adalah anak pertama dari dua bersaudara. Gue dan adek gue cuma beda setahun doank. Mungkin karena bokap gue masih penasaran sama hasil cetakannya yang notabene percobaan pertama hasilnya GATOT, alias gagal total! Maka dari itu, selang beberapa bulan usia gue, nyokap hamil lagi. Dan lagi-lagi emang gue yang bernasib sial. Adek gue ini lahir dengan wajah tampan bak Brad Pitt waktu masih balita, dan otaknya juga encer, seencer susu kental manis. 

Namanya Thomas, tapi bukan Thomas Alfa Edison ya. Dia juga sekarang duduk di kelas XII ipa A. dan dia sudah beberapa kali menjuarai perlombaan tingkat nasional dibidang kimia. Walaupun dia tampan dan pinter, tapi dia tetap sopan dan menganggap gue abangnya, entah emang itu karena dia baik atau paksaan dari orang tua gue. Hoh..!
Hidup gue ya gini-gini aja, nothing special. Entah itu kehidupan percintaan gue, maupun prestasi belajar. Masalah nilai, ya nilai gue cukup lah. Kalau dirata-ratain emang cukup, ya C untuk CUKUP! A untuk amat baik, dan B untuk baik. Bahkan satu-satunya nilai A yang gue dapat hanyalah pelajaran penjaskes! Pelajaran oleh pak Samson yang setiap kali prakteknya hanya lari dan lari saja. Setidaknya masih ada hal yang dapat gue lakukan dengan amat baik. Selebihnya…beuh, gue rasa lo pada gak bakal mau tau tentang itu. Untuk pelajaran bahasa Indonesia saja yang diajari oleh buk Siti, gue dapat C!!! bayangkan, C…?!! padahal gue ini orang Indonesia tulen tanpa embel-embel buleris alias made in Indonesia. Bukan salah ibu mengandung, bukan pula salah Tuhan yang menciptakan, karena adonan dari Tuhan, gue yakin semuanya udah pas. Ya sudahlah, enjoy it…!
Tapi terkadang gue suka berfikir tentang masa depan gue, walaupun jarang. Setidaknya dalam waktu seminggu yang tujuh hari dan 168 jam itu, ada waktu 20 menit yang gue sisakan untuk memikirkan masa depan gue. Mau jadi apa gue kedepannya? Karena sampai detik inipun belum terlihat bakat yang keluar dari diri gue. Lari??? Masa gue harus lari-lari untuk menjadi pekerjaan gue?! Atlet?? Ahh…dari bentuk fisik saja sepertinya sudah sangat tidak memungkinkan. Gue ini ibarat bintang iklan susu penggemuk badan, yang ada “before-after” nya itu. Tapi gue yang bagian “before” nya. MENYEDIHKAN..!
Berbeda dengan Thomas, sepertinya dia bakal meneruskan perjuangan bokap gue atau mungkin ia akan menjadi seorang yang ahli yang menemukan obat anti flu! Teman gue joko, walaupun dia gak pinter-pinter amat juga, setidaknya dia mahir dalam membuat dan membaca puisi. Ini terbukti dia sering menjuarai lomba baca puisi ditingkat RT atau lomba 17-an. Si Mayan, dia juga pinter dibidang kesenian. Lukisannya sungguh luar biasa. Bahkan gue sempat tak percaya kalau lukisan yang terjual di acara lelang untuk anak jalanan yang diadakan oleh SMA gue itu adalah karya Mayan. Melihat penampilannya yang urakan dan terkadang juga gak mandi kalau sekolah, ternyata dia punya imajinasi yang luar biasa. Ya, selama 3 tahun gue bersekolah di SMA harapan bangsa ini, gue hanya memiliki dua orang sahabat, yaitu Joko dan Mayan. Dan
kami bertiga tergabung dalam kelompok orang aneh dan kamipun dijuluki “gank freak” oleh seantero sekolah. Namun beginilah kami. Cuek-bebek dengan semua ejekan mereka dan berprinsip “anjing menggonggong, kafilah berlalu”. Tapi gue tau, bahwa mereka hanya bercanda, dan tak bermaksud buruk kepada kami.
Pagi ini ada ulangan seni budaya, gue berusaha mati-matian semalam suntuk untuk menghafal accord-acord dan lambing-lambang tanda kunci serta pencipta-pencipta lagu daerah itu, namun tetap saja rasanya tak ada yang nyangkut diotak gue ini. Argghh…susah bener ya jadi orang kurang pinter ini. Mata dan niat gue udah gak bersahabat lagi sepertinya, dan jam dinding teletubies gue pun sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari, dan akhirnya…zzzzZZZZZ… ~~
Shit…!! Benar saja dugaan gue. Gue telat bangun!! Jam teletubies gue udah menunjukkan pukul 06.15, nyokap udah teriak-teriak untuk menyuruh gue turun dan sarapan. Sementara gue, cuci muka aja belum. Akhirnya gue mengeluarkan jurus jitu, mandi ala ninja. Ciaaattt…!! Dan dengan sekejap, gue udah berpakaian lengkap dan rapi, tak lupa dengan jell rambut yang baru gue beli. Bergegas turun ke bawah sebelum nyokap dating dan menjenjeng telinga gue. Pagi ini gue hanya meneguk segelas susu putih hangat dan memakan sepotong roti isi keju. Dan gue siap berangkat, dan mamang ojek sudah setia menanti gue di depan kompleks. Gue dan Thomas memang berbeda sekolah. Gue bersekolah di SMA swasta yang CUKUP. Sementara Thomas bersekolah di SMA negeri bertaraf internasional. Sekali lagi, nasib yang menentukan.
Untunglah hari ini gue gak telat sampai di sekolah. Tepat jam 07.15 gue uda berada di kelas, dan ibuk Sri, guru seni budaya gue belum masuk ke kelas. Tidak seperti hari biasanya, gue selalu dating terlambat dan dihukum untuk lari mengelilingi lapangan basket sebanyak 5 kali putaran. Ini juga mungkin kali ya yang membuat nilai penjaskes gue dapat A. berharap atas ketidak terlambatan gue kali ini, pertanda hari ini gue bernasib baik. Buk Sri memasuki kelas sambil menenteng sebuah amplop coklat, dan gue yakin itu adalah soal ujiannya. Oh no….!!
Gue berdoa dalam hati, komat-kamit sambil memain-mainkan pulpen gue karena gugup dan berharap semoga yang gue baca semalam ada yang nyangkut diotak gue yang pas-pas banget ini (pas oon nya maksud gue). Oh, tunggu dulu, buk Sri tidak sendiri, ada sesosok malaikat berkepang yang tertutup oleh badannya yang gede itu, namun tetap tampak manis walau terlihat malu-malu. Siapakah gerangan?? Adakah dia tulang rusuk gue yang hilang??? #pletak!!!
 
Gue ini mikir apa sih?! Mendadak jadi pujangga kesiangan gini. Padahal untuk mengisi jawaban ujian seni budaya ini saja, gue masih berharap sebuah keajaiban, ini malah mikir sang bidadari penakhluk hati lagi.
“pagi anak-anak….”,
“pagi buuuuk…”,
“oh ya, sebelum kita memulai ujian, ibu akan memperkenalkan teman baru kepada kalian. Dia pindahan dari Bandung. Namanya Sinta. Sinta, ayo perkenalkan dirimu ke teman-teman yang lain,”,
“pagi teman-teman semua. Nama saya Sinta Permata. Saya pindah ke Jakarta karena ayah saya dipindah tugaskan dari bandung ke Jakarta. Saya mohon bantuan teman-teman selama saya belajar di kelas ini ya…”,
Ibu Sri mencari-cari bangku yang kosong. Wah..kebetulan banget si Joko gak masuk. Gue berharap si Sinta duduk disebelah gue. Amin…!!
“Enet, itu bangku disebelah kamu kosong ya?? Bisa Sinta yang mengisi untuk sementara sampai si Joko sembuh?”,
Yess….!!! Pertanda baik yang kedua. Doa gue terkabul. Sinta disuruh sama buk Sri duduk disebelah gue. Rasanya ingin gue peluk badan buk Sri yang kayak guling itu dan gue cipika-cipiki kedua pipinya.
“ee…ee….anu buk. Iya, kosong. Bisa kok buk…bisa banget. Jangankan untuk sementara, untuk selamanya dia duduk disini juga gak apa kok buk. Entar si Joko suruh duduk ditempat lain. Heehe….”,
Mendengar jawaban gue tersebut, semua teman-teman menyoraki gue,”uuuuuuuuuhhh…itu maunya lo!”
Dalam hati gue berkata,”yaiyalah maunya gue, mau lo pada juga kan? Dasar sirik. Sirik tanda tak mampu. Hihihihi…”
Tapi yang membuat gue sumeringah adalah, ketika anak-anak menyoraki gue, Sinta dengan senyum terindah yang pernah gue lihat itu tidak tersinggung atau malu dan segera menerima tawaran buk Sri untuk duduk disebelah gue. Jantung gue dag..dig..dug…! serasa mau copot dari gantungannya. Dan aliran darah gue mengalir 3 kali lebih cepat ketimbang gue habis lari 5 kali putaran lapangan basket. Mendadak tangan gue dingin gini, padahal fasilitas kelas gue non AC dan hanya berteman kipas angin butut yang bunyinya “krek..krek..krek…”.
Sinta mengulurkan tangannya sambil mengatakan nama dia,”hai..gue Sinta. Seneng bisa punya temen kayak lo. Nama lo siapa?”
Sambil gerogi setengah gila, gue berusaha menyambut tangan Sinta yang halus walau keringet dingin membasahi,”mmm…mmm…nama gue..nama gue Einsten. Tapi temen-temen biasa manggil gue Enet aja”. Akhirnya gue bisa merangkai kalimat perkenalan yang not bad lah menurut gue untuk pemula. HA HA HA…
Sinta terlihat tersenyum kecil mendengar nama gue. Ya bukan hanya Sinta kok yang bereaksi seperti itu setiap pertama kali mendengar nama gue. Bahkan pak Budiman, satpam sekolahan pun sampai sekarang pun belum percaya kalau nama ASLI gue itu Einsten. Yang ada difikirannya mungkin, kok ada ya orang secara fisikly ngejiplak Einsten begini?!
Akhirnya buk Sri nembagikan soal ujian. Gue berharap kali ini gue gak dapat 2 atau 3 lagi. Minimal bisa nyampai nilai SKBM lah ya, yaitu 6,5. Dengan teliti gue jawab soal-soal itu dan gue berusaha mengingat kata demi kata dari apa yang uda gue baca semalam. Satu setengah jam pun berlalu, dan Anto siketua kelas mengumpulkan jawaban ujian anak-anak. Seperti biasa, jawaban gue selalu full, tapi ya itu tadi, gak tau bener apa salahnya. Berdasarkan data statistic pengalaman gue sih, SALAH 75%, benar 20%, dan sisanya ragu-ragu. Ahh..benar-benar unpredictable!! Pelajaran kedua seharusnya bahasa Indonesia sama buk Siti, tapi denger-denger hari ini beliau tidak masuk karena harus menunggui kucingnya yang sedang melahirkan. Ahh..itu lelucon gue aja, jangan dipercaya. Buk Siti ada urusan keluarga ke Banten, mau nambah ilmu katanya, huh..lagi-lagi itu juga Cuma lelucon gue aja. Jangan didengerin juga. Kali ini benar, buk Siti sedang ada pelatihan guru bahasa Indonesia se-DKI. So, kelas gue free jam pelajaran kedua.
Uuh…sebelum terlambat karena disambet orang, moment ini gue langsung gunakan untuk berkenalan lebih intens dengan Sinta. Gue memulainya dengan bertanya kenapa dia pindah
sekolah ke Jakarta. Walaupun pertanyaanya basi karena emang tadi sudah dijelaskan ketika ia memulai perkenalan di depan kelas, tapi bodoh amat. Gue tetap kekeh nanyain itu. And, wow…dia ngejawab dengan manis pertanyaan gue…! Ini sebuah keajaiban. Tapi gue gak boleh terbang dulu. Belajar dari pengalaman sebelumnya yang menyangkut masalah kaum hawa ini. Dulu banget, waktu kelas X, gue pernah suka sama cewek  sekelas gue. Setelah gue rasa cukup PDKT-nya, gue tembak lah doi dibawah pohon beringin di taman depan sekolah. Lo tau, bukan jawaban “iya” yang gue dapat, melainkan sebuah bogem mentah dipipi gue. Aduuuhhh…. Sakit banget ternyata. Tapi gue gak nyerah sampai disitu. Karena prinsip hidup gue adalah, PANTANG UNTUK DITANTANG. Hahaha….! Dan keesokannya, gue buat kejutan untuk si doi. Gue nyebar bunga mawar merah sepanjang jalan mulai dari pagar depan, sampai ke kelas. Dan di kelas, baru gue kasih doi sebucket gede mawar merah. Gue yakin banget kali ini gue diterima. Yakin banget! Ya secara udah romantic gini cara gue, cewek mana sih yang gak suka sama bunga? Mawar merah pula. Bunga yang katanya adalah pertanda cinta sejati itu. Sesampainya doi di kelas, gue kasihlah itu sebucket mawar merahnya, dan diluar dugaan gue, ternyata doi langsung bersin-bersin dan ayan nya kambuh!! Oh my God….gue gak tau kalau doi alergi sama kembang! SHIT..gue G A G A L (again)….!!
Pengalaman percintaan gue berbanding lurus memang dengan prestasi gue. Walaupun tampang gue cukup (cukup ancur), tapi gue gak pernah nyembunyiin perasaan suka gue sama cewek. Apapun itu resikonya, gue tetap hadapi. Gue pernah nembak cewek 7 kali selama gue hidup. Eittsss…lo pasti ngira kalau gue gagal ketujuh-tujuhnya kan??? Lo salah besar! Gue emang ditolak 6 kali, dan yang sekalinya, pas gue nembak, besoknya dia langsung pindah sekolah, dan sampai detik ini gue gak pernah ketemu dia lagi (ohh..poor me).
Untuk yang kali ini gue gak mau buru-buru bertindak. Gue takut gagal lagi seperti yang sudah-sudah. Mungkin berteman dulu lebih baik. Toh kalau jodoh gak lari kemana.
Akhirnya jam pelajaran sekolah berakhir juga. Anak-anak berhamburan keluar kelas kayak anak ayam lagi nyari induknya. Hari ini gue janjian sama adek gue, Thomas untuk pergi ke toko kue. Soalnya entar malam kita mau kasih surprise buat nyokap yang berulang tahun ke-47 tahun. Nyokap gue emang udah lumayan berumur sob, tapi masih terlihat awet muda. Gue lihat Thomas udah nunggu di depan pagar sekolah. Gue kebetulan barengan keluar kelasnya dengan si Sinta.
Dan mau gak mau, gue kenalin lah dia ke Thomas. Ahh…dari jauh mereka terlihat serasi banget. Tapi gak boleh, gue yang suka duluan sama Shinta. Dari pandangan pertama lagi…!!!
Thomas dengan gombalan basa-basi yang terlanjur basinya ngajakin Sinta untuk ikut dengan kami. Untung Sinta nolak karena dia masih harus berberes rumah barunya. Akhirnya gue dan Thomas pergi berdua. Di toko kue, gue lihat ada si Mayan yang lagi milih-milih kue juga.
“hey yan, lo mau beli kue juga?”,
“eh, elo net. Iya nih. Gue mau beli kue buat gebetan baru gue. Lo bantuin pilih donk. Ya ya ya…”,
Dalam hati gue,”busseeet nih Mayan, langkahnya udah selangkah lebih maju daripada gue. Dia aja uda punya gebetan. Waah…gue kecolongan. Sial!”,
“mmmm…aduh sorry yan, gue juga lagi milih-milih kue buat nyokap nih sama Thomas. Gue yakin, anak art kayak lo punya selera tinggi untuk milih kue yang cantik. Ok sob”;
Usai pilih-pilih kue, gue dan Thomas segera pulang dan mempersiapkan untuk entar malam. Sesampainya di rumah, ternyata nyokap belum pulang. Tapi bokap udah, bokap sengaja minta pulang lebih awal karena ingin mempersiapkan ini semua. Dan malampun tiba. Kami semua sembunyi ketika nyokap keluar dari kamar selesai mandi. Nyokap mencari-cari, dan…..
“Happy birthday mommy..happy birthday mommy..happy birthday happy birthday..happy birthday mommy…”
“sayang, happy birthday ya. Semoga kamu sehat selalu dan tetap menjadi ibu+istri yang luar biasa”, bokap mendaratkan kecupan kasih saying ke kening nyokap.
Setelah itu gue dan Thomas yang mengucapkan happy birthday ke nyokap sambil menyuruh nyokap tiup lilin. Tapi sebelumnya make a wish dulu ya mom….
Usai tiup-tiup lilin, saatnya potong kue dan pemberian hadiah ke nyokap. Ahh..sial! gue ngelakuin hal bodoh lagi. Tadinya di kelas gue mau ngeliatin tu hadiah nyokap ke Mayan. Tapi keburu ada anak baru yang cantik. Dan hadiahnya gue simpen di laci. Malunya gue ke nyokap.
Untung nyokap pengertian banget. Dia bilang gak apa-apa. Besok aja…huhuhu… (I’m so sorry, mom….).
Entah mulai kapan ini semua bermula. Tapi sore itu, pas gue baru pulang dari les bahasa inggris, gue terkejut ada Sinta di rumah gue. Gue kira awalnya dia mencari gue. Ternyata gue salah. Dia sedang asyik mengobrol dengan Thomas di taman belakang rumah. SHIT…!! Gue serasa ditikam sama adek gue sendiri. Padahal selama ini hubungan gue dengan Sinta baik-baik saja. Malah kita sering jalan bareng, dan dia sering ngajari gue disetiap pelajaran. Dia juga yang udah buat gue semangat untuk sekolah dan gue gak pernah telat lagi. Tapi kenapa..kenapa dia malah jalan dibelakang gue, dengan Thomas pula. Adek gue sendiri. Si Thomas juga keterlaluan, dia tau kalau gue nyimpen hati sama Sinta. Tapi kenapa dia embat juga?????????? Arghhh….!!! Padahal dengan wajahnya yang tampan, otaknya yang encer, dan tubuhnya yang ideal itu, dia bahkan bisa mendapatkan cewek sekelas Olla Ramlan!! Tapi kenapa harus Sinta??? Cewek idaman gue yang udah lama gue cinta. Cewek yang gue rasa adalah tulang rusuk gue yang hilang. Gue marah..maraah banget sama Thomas. Tapi gue cukup bijak untuk tidak langsung melampiaskannya. Malam itu gue sedang baca-baca novel kesukaan gue, goosebumps. Dan Thomas masuk ke kamar gue.
“net, menurut lo Sinta itu gimana sih?”,
Ahh…jin iprit, kutu berlidah, paus berduri, dia gak tau apa pertanyaannya itu menyayat-nyayat hati gue?! Kenapa pakai Tanya-tanya Sinta segala sih? Emang nih anak beneran suka ya sama Sinta??
“mmm…kenapa lo tiba-tiba nanya Sinta ke gue? Tadi sore bukannya lo asyik ngobrol sama lo? Lo suka sama dia, ha??”, sedikit ssewot gue lontarkan juga pertanyaan itu.
“hahaha..lo kenapa nyolot gitu sih? Santai mameeeeeen…! Emang Sinta udah jadian sama lo? Belum kan? So, ada yang salah kalau gue juga suka sama dia? Kita bersaing secara sehat. hahaha”,
Ahhh…jin bertelor, landak rebonding, monyet bertaring!!! Dia bilang bersaing secara sehat?? Eh, orang buta juga bakal tau siapa yang dipilih Sinta kalau saingan si Thomas Cuma sekelas gw, si Einsten KW 9!!!!
 
Gue berusaha tegar. Mungkin emang gue ditakdirkan jomblo seumur hidup! Dan sekarang gue mulai berfikir, sepertinya tulang rusuk gue udah lengkap dari orok, jadi gak perlu didatengin pelengkapnya lagi. Mulai mengikhlaskan, mungkin. Bagaimanapun juga Thomas itu adek gue satu-satunya. Oh ya, mengenai Mayan yang punya gebetan, nasibnya gak beda jauh sama gue. Layu sebelum berkembang! Dan sepertinya gue emang ditakdirkan hidup bersama dengan orang-orang freak seperti Joko dan Wayan. Tapi semangat gelajar gue gak ikut pupus seiring peluang gue bersama Sinta yang telah sirna. Sebentar lagi ujian akhir nasional. Gue berusaha untuk mendapatkan hasil sebaik mungkin dengan segala upaya. Gue emang gak punya cita-cita tinggi dan gak ingin memberikan janji-janji palsu kepada orang tua gue yang sejatinya emang gak bisa gue beri. Gue hanya ingin lulus dan lanjut kuliah dijurusan penjaskes (kata pak Samson, gue bisa kok jadi atlet pelari kalau dilatih sungguh-sungguh). Ujian akhir sekolah tinggal 2 minggu lagi, gue semakin rajin belajar. Hubungan gue dan Sinta emang gue jaga jaraknya, gue takut semakin cinta dan tak bisa merelakan dia dengan Thomas, tapi sesekali gue dan teman-teman juga belajar kelompok dengan Sinta. Dan sore ini jadwal kami belajar bareng di rumah Joko.
“eh..kalian pada mau minum apa? Panas apa dingin?”,
Dengan nyeletus tiba-tiba gue menjawab,”air apa aja ko, asal jangan spiritus. Entar hati gue melepuh!”,
Sinta langsung ngeliat ke gue. Tapi gue gak ngebalas pandangannya. Gue sibuk ngafal-ngafal rumus matematika yang memang membuat otak gue serasa diribonding. Gimana caranya biar nih rumus bisa sahabatan sama gue??? Padahal gue gak pernah berantem sama nih rumus. Gue lihat si Mayan gak berhenti ngunyah, uda kayak pemamabiak. Sejak layunya perjalinan pergebetannya dengan si doi, Mayan seperti hilang ingatan. Frustasi tingkat akut kali doi. Menjelang magrib, kami semua berhenti sejenak untuk sholat. Bagi yang non muslim, mereka malah asik maen PS nya si Joko. Tapi emang dasar ABG, yang muslim pun ada yang ikutan main PS. Ckckckck…..alhasil hanya gue dan Sinta yang sholat, dan kami berjamaah. OMG…!!!
Usai salam, gue mimpin doa sebentar. Ya gini-gini gue tamat madrasah juga loh. Waktu gue mau berdiri, tiba-tiba Sinta megang tangan gue dan berkata, “Net, kamu marah sama aku? Kenapa beberapa akhir ini kamu seperti menjauh dari aku? Aku punya salah sama kamu? Kalau iya, tolong kasih tau aku net…”,
Ahh..lidah buaya, kuda nil, sapi perah…nih anak pura-pura gak tau apa emang sengaja ya ngungkit-ngungkit sakit hati gue?! Mau marah, gak bisa. Diem aja, bikin nyelengit. Mending gue pergi aja deh. Toh entar si Thomas pasti ngejelasin kenapa gue begini,”sorry Sin, anak-anak udah pada nungguin”.
Setibanya di rumah, Thomas langsung nyamperin gue ke kamar,”darimana lo bang?”
“habis belajar kelompok di rumah Joko”,
“si Sinta pasti ikut juga kan??”,
“iya, kan dia yang jadi pengajarnya. Udah…lo tenang aja. Gue bakal mundur demi lo. Gue kan lebih tua dari elo”,
“mundur….??? Maksud lo apaan sih bang?? Gue gak ngerti.”
“udah ah…lo keluar sono. Gue ngantuk, mau tidur!!”,
Keesokan harinya Sinta kembali menanyai gue dengan pertanyaan yang sama. Dan kali ini gue berusaha gak ngejutekin dia kayak semalem,”apasih Sinta?? Gue gak marah kok sama lo. Gue Cuma mau focus buat UN. Kan lo tau, gue Einsten. Tapi saying, versi oon nya. HA HA HA…
coba kalau dulu bonyok ngasih nama gue Thomas Alfa Edison ya, lain cerita kali. Hehehe…”
Sejak saat itu gue udah males ngebahas masalah ini. Dan Sinta juga hampir tak pernah lagi gue ke rumah. Entah karena dia marah sama gue, atau emang ada something trouble dengan hubungannya sama Thomas. Whatever.. bukan urusan gue. Akhirnya masa yang paling gue takutin itu datang juga, UJIAN NASIONAL….!! Tuhan, gue gak minta macem-macem kok, gue sadar dengan kapasitas gue, seperti biasa aja Tuhan, beri gue nilai CUKUP, Cuma itu kok Tuhan…
Seminggu gue berusaha untuk mengisi jawaban dengan benar dan semampu gue. Apapun yang terjadi, gue harus lulus. Urusan yang lain, minggir dulu. Yang terpenting sekarang adalah lulus UN. Dan akhirnya kerja rodi itu berakhir. Tinggal nunggu gimana hasilnya.
Berdiam diri di rumah sambil menunggu pengumuman kelulusan, ternyata bosen juga. Gue iseng-iseng daftar dibeberapa universitas di Jogja dan sekitarnya, baik itu negeri ataupun swasta. Kenapa gue milih jogja? Karena si Thomas sudah memegang satu universitas negeri di bandung
yang ternama. Dia masuk jalur seleksi masuk anak berprestasi, dan dia diterima dijurusan tekhnik kimia. Gue fikir, berbeda kota dengannya mungkin lebih baik.
Ya Tuhan..besok hari pengumuman kelulusan. Malam ini gue serasa gak bisa tidur. Entah tullisan apa yang bakal gue baca ketika gue membuka amplop pengumuman hasil itu. Ibarat sedang memasang lotre yang bernilai triliunan. Kalau lo beruntung, lo bakal ngalahin kekayaan Donal Trump. Tapi kalau lo gagal, lebih baik lo kuras noh air di selat sunda sampai benar-benar kering! Dan surat itupun tiba dengan diantar pak pos yang sudah tua. Gue memperkirakan usianya sekitar 60-an. Yah…gue rasa kalau dia memang sudah mennemukan tulang rusuknya,  berarti dia udah punya beberapa orang cucu, atau bahkan jika si hawanya itu dia nikahi ketika usianya belasan, maka dia udah punya cicit. Tapi kalau dia bernasib sama dengan gue, maka sekarang dia hanya hidup sebatang kara di gubuk derita.
Thomas sudah membuka amplopnya. Dan tanpa dibuka juga amplopnya, gue udah tau kalau di dalam amplopnya itu akan tertulis kata LULUS dengan font times new roman dan bersize 25. Dan gue juga berani taruhan, nilai dia pasti tidak ada yang CUKUP.
Sekarang hanya tinggal gimana nasib gue. Perlahan sambil memejamkan mata, gue buka juga tuh amplop. Dan…………..Oh my God…!! Gue mau mati, oh tidak. Dosa gue masih seabrek kalau gue mati sekarang. Gue mau pingsan aja, tapi gue mau pingsannya di springbed gue, biar empuk. Gue LULUS……!!!! Ma, pa,……Enet LULUS!! Anak mu si Einsten ini LULUS!! Gue teriak sekenceng-kencengnya dan berlari ke bawah.
Bokap-nyokap memeluk gue. Gue tau betapa bahagianya mereka. Sama seperti apa yang gue rasakan pagi ini. Keesokan paginya, gue dapat kiriman lagi. Gue kaget! Gue kira itu dari dinas pendidikan yang salah memberikan hasil ujian nasional kepada gue. Dan surat yang datang kedua ini adalah hasil sesungguhnya dengan predikat GAGAL. Tapi gue salah. Surat kali ini datang dari salah satu universitas yang gue tes via online tempo lalu. Lagi-lagi gue dibuat ingin pingsan. GUE DITERIMA disalah satu universitas negeri di semarang pada jurusan penjaskes. Dan gue joget-joget kegirangan.
Minggu depan gue harus daftar ulang. Dan semua udah gue persiapkan. Tiba-tiba Thomas mengajak gue kesuatu tempat. Ya gue fikir, masalah gue dengan adek semata wayang gue ini udah selesai. Ternyata dia membawa gue ke resto cepat saji, dan disana sudah ada Sinta
menunggu. Awalnya gue gak mau bertemu dengan Sinta lagi, tapi Thomas menarik paksa gue. Akhirnya gue ngikut juga. Sekitar 10 menit kami diam-diam tanpa bernafas. Ups…maksud gue tanpa bicara (yaiyalah tanpa bicara, namanya juga diam). Dan kemudian Thomas membuka pembicaraan. Dia ngejelasin kalau selama ini dia dan Sinta hanya berteman biasa. Sinta sering ke rumah dan berbincang dengannya itu karena dia mau tau lebih banyak tentang gue. Ohh ya??? Dengan kata lain, Sinta sukanya sama gue? Cewek manis ini suka sama Enet si Einsten??? Jadi selama ini gue udah salah sangka. Akhirnya semua terbongkar, dan Sinta kini menjadi kekasih gue. Ternyata Sinta suka cowok “unik” kayak gue. Hehehe..
Sepertinya tiap minggu gue bakal bulak-balik semarang-jakarta nih. Untuk menemui princess gue yang satu ini. Hahahaha…..


2 komentar:

  1. wah..wah.. keren bgt namanya.. semoga bukan cetakan mukanya kakek aja yah yg nyantol ama kamu tapi ilmunya juga hahaha amin


    jie..jie.. yg baru jadian.. hahaha
    (tunggu dulu.. ini cerpen apa kisah nyata si?? hehehe jadi bingung saya...

    BalasHapus
  2. hahaha...iy mbak, namanya keren. sayang tak mengikuti kecemerlangan otaknya :D

    cie..cie..juga....
    si Enet yaa..baru jadian :p
    prekitiuw... ^^

    ini cerpen aja kok mbak. hasil rekyasa imjinasi.

    BalasHapus