Hanya beralas keegoisan yang tak ingin berbagi. Rasa takut kehilangan, hingga buncahan kemarahan.
Sangat marah... sampai ku tak ingin melihat kebahagiaan tersebut. Membentengi diri dengan dinding pemisah, dinding yang tinggi dan kokoh, dinding kebencian.
Mencoba berbagai cara membatalkan pernikahan tersebut, menguasai diri dan pikiran dengan kecemasan serta memilih jalan pintas.
Ya, itu dulu...dulu sekali. Sewindu yang lalu...
Sewindu yang berkecimuk rasa benci, marah, angkuh, kasih, dan sayang.
Kelembutan hati mu, kebaikan mu, kesabaran mu menghadapi kami, serta ketulusan dan keikhlasan mu menjalani semua, itu merobohkan dinding pemisahku, dinding kebencian....
Yang ada kini hanya rasa sayang, rasa terus menjaga, rasa ingin membuat mu bangga, rasa yang tak ingin terpisah.
Waktu menyembuhkan luka.
Waktu mendinginkan amarah.
Waktu pula yang merubah benci menjadi kasih.
Dikala ku sakit, dikala ku menangis, dikala ku merintih, ada tangan bijak mu di sana.
Bapak...
Penyesalan itu kenapa slalu tiba di akhir?
Kenapa dia tak memperingati di awal?
Apa dia ingin mengajariku makna kehilangan?? Ya, kini ku paham. Sakit.
Kau menangis di waktu kau terbaring lemah, terharu dan berjanji untuk hadir di wisuda ku itu.
Tapi Tuhan mencari jalan lain untuk menghadiri hari spesial itu. Ya, DIA mengantar mu dari surganya yang gemerlap :')
Rerintik hujan mengantar pemakaman mu, linangan air mata menemani mu ke peristirahatan terakhir itu.
Ingat, kau janji untuk hadir. Bukankah janji itu harus ditepati? Maka, lakukanlah !! :')
Doa kami di sini, selalu.....
Pekanbaru, 3 Februari 2013.
ikut larut dalam sedih membacanya.
BalasHapusSemoga beliau mendapat tempat yang layak disisi Allah.
Aisa sy turut berduka,
BalasHapus*cry
Yang kuat bos Aisa. Insya Allah beliau di tempat yang layak. Jangan pernah alpa tuk mengirim rindu lewat untaian doa. :)
BalasHapus